
Nias Selatan, bintasara.com – Penangkapan dua kapal pengebom ikan oleh Lanal Nias beberapa waktu lalu mengundang reaksi dari kalangan legislatif. Anggota DPRD Nias Selatan dari Fraksi PDIP, Amoni Zega, secara tegas mendesak aparat penegak hukum agar tidak hanya berhenti pada penahanan 17 anak buah kapal, tetapi juga mengusut tuntas pemilik kapal sebagai dalang utama dalam praktik illegal fishing tersebut.
“Kita apresiasi tindakan cepat Lanal Nias. Tapi, kalau pemodal atau pemilik kapal tidak disentuh hukum, maka keadilan belum ditegakkan. Jangan hanya yang di lapangan dikorbankan,” tegas Zega dalam keterangannya kepada media, Selasa (20/5/2025), di Nias Selatan.
Zega menyebut praktik pengeboman ikan sebagai kejahatan lingkungan serius yang mengancam keberlanjutan laut dan kesejahteraan nelayan kecil, khususnya di wilayah Kepulauan Batu yang mencakup tujuh kecamatan. Ia mendorong sinergi lintas institusi TNI AL, Polri, Kejaksaan, dan Pemda untuk membongkar jaringan di balik aksi perusakan ekosistem laut tersebut.
“Kalau kita ingin menghentikan ini, maka pemilik kapal yang menyediakan dana dan logistik bom ikan harus bertanggung jawab di hadapan hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Komandan Lanal Nias, Kolonel Laut (P) Wishnu Ardiansyah menyatakan saat ini penyidikan masih dalam tahap pendalaman. Pihaknya belum menemukan indikasi keterlibatan pihak lain di luar para ABK yang diamankan, namun siap berkoordinasi dengan kejaksaan bila ditemukan fakta baru.
“Kami masih dalami. Jika ada keterlibatan pihak lain, tentu akan kami teruskan untuk proses hukum yang lebih lanjut,” ujar Wishnu dalam konferensi pers di Mako Lanal Nias, Solimbu Sataro, Selasa (20/5/2025).
Seperti diketahui, pada 15 dan 16 Mei 2025, Tim F1QR Lanal Nias berhasil menangkap dua kapal yakni KM. Yanti 08 dan KM. Cahaya Mulia Bahari yang kedapatan melakukan pengeboman ikan di perairan Pulau Sambulaling dan Pulau Ular Pini. Barang bukti berupa 2 ton ikan hasil tangkapan, bom rakitan siap pakai, dan bahan peledak dalam proses perakitan turut diamankan.
Para pelaku kini dikenai Pasal 84 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp 1,2 miliar.