
Tampak depan Kantor BRI Unit Baron, Nganjuk, Jawa Timur (Sakera Bintasara)
Nganjuk, BINTASARA.com — Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (DPC LSM FAAM) Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk turun tangan ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Baron, Nganjuk, dikarenakan melakukan aktivitas yang berpotensi pidana.
Berdasarkan berita sebelumnya yang berjudul “Diduga Ada yang Tidak Beres, Insiyah Datangi Kantor BRI Unit Baron Didampingi Anggota DPRD” Diduga ada sesuatu yang tidak beres pada BRI Unit Baron, Insiyah warga Dusun Sambirejo, Desa Katerban, Baron, mendatangi Kantor BRI Unit Baron, didampingi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nganjuk, fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Senin (11/8/2025) lalu.
Pasalnya, Tanah dan Bangunan milik Insiyah terancam disita dikarenakan Sertipikat Hak Milik (SHM) miliknya dijadikan jaminan oleh S, warga Dusun Sambirejo, Desa Katerban, untuk pinjaman di BRI Unit Baron, Nganjuk.

Ketika dikonfirmasi, Insiyah menyampaikan dirinya sempat mengadu kepada Ulum Basthomi Wakil Ketua I fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Nganjuk.
“Akhirnya saya datang ke Kantor BRI Unit Baron, selain didampingi Pak Ulum Basthomi, juga bersama Gus Nasik (M Nasikul Koiri Abadi anggota Komisi I DPRD fraksi PKB red) pada Senin (11/8/2025) lalu,” ucap Insiyah ketika ditemui dikediamannya, pada Jum’at (29/8/2025).
Hal tersebut terkonfirmasi setelah M Nasikul Koiri Abadi anggota Komisi I DPRD fraksi PKB mengatakan, dirinya telah mendatangi Kantor BRI Unit Baron bersama Ulum Basthomi Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) PKB, yang juga Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Nganjuk.

“Pada saat itu ditemui oleh Kepala BRI Unit Baron, dan sempat berdiskusi, bahkan Kepala BRI Unit Baron sempat meminta nomor telepon, untuk memberikan jawaban yang kami minta, dan pada saat itu pula kami sempat berjabat tangan sebagai bukti kesepakatan,” kata kader dari Nahdlatul Ulama (NU) asal Tanjunganom ini.
Sementara Kepala BRI Unit Baron Lilik Tri Wahyuni ketika dikonfirmasi justru balik bertanya terhadap tim awak media, kedatangannya mewakili siapa, akhirnya tim awak media sempat menjelaskan bahwa kedatangannya untuk mengkonfirmasi.

“Mohon maaf, Karena itu adalah data kami. Kami harus ijin dulu ke Cabang dulu, jika harus memberikan informasi apapun,” kata Lilik Tri Wahyuni, di Kantor BRI Unit Baron, Nganjuk pada Selasa (2/9/2025).
Menyikapi peristiwa tersebut, Ahmad Ulinuha Ketua DPC LSM FAAM Kabupaten Nganjuk, mendesak OJK, BRI Kantor Wilayah, dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan.
“Jangan sampai Bank sebesar BRI yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menjadi pelindung praktik kredit abal-abal. Kalau dibiarkan, rakyat kecil akan terus jadi korban,” ucap Ketua DPC LSM FAAM yang akrab disapa Qodir pada Rabu (3/9/2025).
Pria asal Rembang, Jawa Tengah ini mengungkapkan, seharusnya prosedur kredit Bank lebih ketat, sehingga jika SHM yang menjadi agunan atas nama orang lain, mendapatkan persetujuan dari pemilik yang dibuktikan dengan dokumen yang ditandatangani.
“Jadi kalau Bu Insiyah ini tidak pernah menjadi penjamin dan tidak pernah bertanda tangan, dan angsuran dibebankan kepada Bu Insiyah, jelas ada yang tidak beres di internal BRI Unit Baron,” ujarnya.
Ia menilai pihak BRI Unit Baron terlalu berani, dikarenakan menagih kepada masyarakat dan tidak mampu menunjukkan bukti dokumen perjanjian kredit.
“Jadi kalau BRI Unit Baron berani mengancam lelang rumah Bu Insiyah, tanpa dokumen perikatan yang jelas dan sah, ini bukan lagi kelalaian, melainkan bisa masuk dugaan penyalahgunaan wewenang, harusnya BRI membuka data secara transparan,” paparnya.
Peristiwa tersebut, menurut Qodir mengindikasikan ada dugaan pelanggaran berat yang mengarah terhadap pelanggaran hukum yang serius. Sesuai dengan KUHPerdata pasal 1320, syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan para pihak.
“Semisal, Bu Insiyah tidak pernah merasa bertanda tangan terhadap akad kredit, maka perjanjian tersebut bisa dikatakan cacat hukum dan tidak ada kewajiban untuk membayar,” katanya.
Warga asal Kecamatan Pamotan, Rembang ini menambahkan, hal tersebut juga tertuang pada UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 29, ayat 2 yang berbunyi “Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential principle)”.
“Nah, di sini terdapat fakta bahwa BRI Unit Baron diduga menerima jaminan tanpa memastikan keabsahan maupun persetujuan dari pemilik sah SHM. Kami menganggap ini sebagai kelalaian berat (gross negligence),” imbuhnya.
Lebih lanjut Qodir menjelaskan, sesuai dengan UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 4, huruf a disana menegaskan bahwa “hak konsumen untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa”.
“Sementara dalam hal ini, Bu Insiyah sebagai konsumen jelas dirugikan. Padahal pasal 19 mewajibkan pelaku usaha (dalam hal ini bank) memberikan ganti rugi jika jasa yang diberikan menimbulkan kerugian,” urainya.
Selain itu, Qodir menilai ada potensi pidana pemalsuan tandatangan pada dokumen, demi mencairkan pinjaman di BRI Unit Baron.
“Jadi, jika ada tanda tangan atau dokumen yang dipalsukan demi mencairkan kredit, maka bisa masuk dugaan pelanggaran pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang ancamannya bisa dipidana penjara singkat 6 tahun,” tandasnya.